Sunday, August 21, 2016

Pura-Pura Poligami dalam Istriku Seribu, Emha Ainun Najib

Juara 3 Kategori Pustaka, Sayembara Menulis HUT ke-39 Majalah Komunikasi Universitas Negeri Malang (UM). Dapat pula dibaca di Majalah Komunikasi edisi 309.
Sumber: Halaman Majalah Komunikasi UM

Rahman dulu, baru rahim. Beres cinta sosial dulu, barulah ketentraman cinta pribadi.
Istriku Seribu, Emha Ainun Nadjib
Jika sampeyan barangkali membaca karya-karya cak Nun di era sembilan puluhan. Sampeyan bisa jadi menangkap kegalakan-kegalakan yang ada dalam tulisan-tulisan cak Nun pada masa itu.
Dalam Markesot Bertutur misalnya. Buku yang terbit kali pertama di tahun 1993 dan 1994 tersebut, berkali-kali menyindir salah seorang pejabat negara di era pemerintahan Orde Baru yang khas dengan ucapan,”Menurut pentunjuk Bapak…” ketika memberikan statement di depan publik, mewakili kebijakan-kebijakan bapak presiden pada waktu itu.
Markesot sendiri merupakan kumpulan esai bikinan cak Nun yang awalnya diterbitkan rutin di salah satu surat kabar lokal di Surabaya. Pada saat itu, sampeyan bisa sungguh merasakan pribadi cak Nun yang kereng[1], lurus, lagi tukang nyelentik[2].
Beda Markesot, beda pula dengan Istriku Seribu. Buku yang terbit di tahun 2015 tersebut agaknya tampil cukup nggegirisi[3] dengan membawa isu poligami. Setidaknya, isu tersebut seolah diwakili sampul buku warna biru bergambar jari manis yang dililit ulat. Jari manis sesungguhnya identik dengan jari yang biasa dipasangi cincin kawin toh?
Terdiri dari dua puluh bagian cerita. Sampeyan bakal dibikin tertipu matang-matang ketika memasuki cerita bagian pertama, Tiga Negeri Poligami. Tulisan tersebut masih membawa kita pada percakapan si ‘aku’ bersama Yai Sudrun. Percakapan tersebut seputar poligami yang memang poligami.
Namun setelahnya, sampeyan bukannya disuguhi apa itu poligami dan salah benarnya soal poligami. Sampeyan malah akan disuguhi betapa perdebatan penduduk di negeri si ‘aku’, menyoal poligami, begitu pelik dan tidak pernah cukup mendalam hingga tidak juga berujung.
Pada cerita-cerita berikutnya, sampeyan justru akan makin disuguhi kelembutan-kelembutan yang mestinya memang gambaran proses diri dari si tokoh ‘aku’. Tulisan cak Nun pada tulisan-tulisan berikutnya bukan lagi seperti tulisan-tulisannya di awal sembilan puluhan. Justru sampeyan akan menemukan ramuan tulisan yang penuh cinta, lurus akan tetapi tetap nyelentik.
Pada bagian cerita Manajemen Kentrung misalnya. Makin jelas jika yang dimaksud istri dalam Istriku Seribu, bukanlah perempuan bermata, berhidung, yang memiliki rahim, yang lantas bisa sampeyan poligami atau suruh macak[4] sekalian manak[5]. Istri yang dimaksud dalam buku tersebut, justru malah merupakan gambaran jamaah yang mesti diramut[6].
Dalam Manajemen Kentrung, juga digambarkan betapa tidak mudah menjadi ‘aktor’ intelektual atas sebuah ide besar, tanpa perasaan ingin menampakkan diri di depan publik. Semua orang memiliki rasa ingin tampil. Bukan begitu toh?
Selebihnya, sampeyan bisa jadi menuduh bahwa Istriku Seribu sesungguhnya merupakan surat cinta terselubung buat keluarga dan jamaah. Sampeyan bisa jadi juga menyimpulkan bahwa buku bersampul biru tersebut begitu melow[7]nya.
Bahkan dalam Istri Kepala Rumah Tangga, sampeyan bisa rasakan bahwa sesungguhnya Novia Kolopaking jadi sentral ucapan cinta si ‘aku’. Peran-peran Novia seperti dibedah dalam cerita tersebut. Bahwa Novia pada nyatanya juga ikut ngopeni[8] jamaah meski tidak banyak tampil di depan panggung. Sampeyan bisa jadi bakal mberebes mili [9]ketika membaca bagian yang satu ini.
Istriku Seribu pada dasarnya membawa kita pada hubungan antar sesama yang barangkali nampaknya remeh temeh. Betul… hubungan antar sesama manusia yang barangkali dianggap tidak se-njelimet[10] perdebatan sampeyan soal mana syariat dan yang mana makrifat.

Judul              : Istriku Seribu
Penulis             : Emha Ainun Najib
ISBN               : 978-602-291-117-3
Terbit               : Agustus 2015
Ukuran             : 18 cm
Halaman          : 98
Penerbit           : Bentang Pustaka





[1] Galak
[2] Tukang sentil
[3] Bikin merinding disko
[4] Berdandan
[5] Melahirkan
[6] Dirawat
[7] Selembut-lembutnya
[8] Mengurusi
[9] Menitikkan air mata
[10] Rumit

No comments: